khazanah alam

dianugerahkan untuk kita menikmatinya....perlu dipelajari, diperbaiki dan dipelihara untuk diturunkan buat generasi seterusnya......tentunya kita tidak mahu dipersalahkan oleh generasi akan datang sebagaimana kita cuba menunding jari ke generasi sebelum ini......fikirkanlah.....

Thursday, 12 January 2012

lada hitam mengubati 'vitiligo'






Di antara keluarga rempah-rempah, lada hitam (Piper nigrum) atau black pepper adalah jenis rempah-rempah yang paling populer. Ditemukan pertama kali di Malabar, pantai barat India bagian Selatan sekitar 2000 tahun yang lalu. Kini lada banyak ditanam di wilayah Asia, terutama Malaysia dan Indonesia.

Menurut sebuah penelitian, lada hitam juga memiliki potensi menjadi obat baru bagi penyakit pigmen kulit yang disebut vitiligo. Dalam istilah medis, vitiligo dikenal sebagai kondisi di mana di sebagian wilayah kulit kehilangan pigmen normal, sehingga permukaannya tampak memutih.

Dalam British Journal of Dermatology diberitakan bahwa para peneliti dari King's College London berhasil mengungkap manfaat piperin - kandungan utama yang membuat lada hitam terasa pedas dan gurih - dalam merangsang pigmentasi dalam kulit, disamping itu kandungan kimia lain dalam lada hitam adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, piperoleine, poperanine, piperonal, dihdrokarveol, kanyo-fillene oksida, kariptone, tran piocarrol, dan minyak lada. Sifat kimiawi lada adalah pedas dan beraroma sangat khas.

Lada hitam memiliki banyak khasiat. Di antaranya adalah untuk melancarkan menstruasi, meredakan serangan asma, meringankan gejala rematik, mengatasi perut kembung, serta menyembuhkan rasa sakit kepala.

Vitiligo sendiri merupakan jenis penyakit kulit prevalensinya diperkirakan cukup besar yakni menyerang satu di antara 100 orang. Sejauh ini, para dokter mengobati vitiligo dengan menggunakan kortikosteroid yang dioleskan pada kulit. Pengobatan lainnya yakni dengan teknik fototerapi yakni menggunakan radiasi Ultraviolet untuk menciptakan kembali pigmmen kulit.

Namun begitu, dua metode pengobatan tersebut tingkat keberhasilannya masih rendah. Menurut penelitian, hanya kurang dari seperempat pasien saja yang memberi respon positif pada kortikosteroid. Sementara itu, penggunaan radiasi UV untuk menciptakan pigmentasi dalam jangka panjang dikhawatirkan akan memperbesar risiko terkena kanker kulit.