Tradisi nenek moyang kita memang ajaib. Entah apa yang menggerakkan pikiran mereka jaman dulu sehingga mereka bisa dikatakan pandai dan berbudaya tinggi termasuk dalam soal pengobatan dan kesehatan. Kita sekarang lebih mengenal obat-obat sintetik dibandingkan obat dari bahan alam padahal ternyata alam telah menyediakan semua kebutuhan jika kita bisa mengolahnya.
Baru-baru ini dihasilkan penelitian yang benar-benar melengkapi deretan manfaat kunyit yang telah lama diketahui bermanfaat bagi kesehatan. Bumbu dapur, si kuning yang getir, si buruk rupa ini ternyata nasibnya seperti “kere munggah bale ̄, popularitasnya benar-benar bakal menanjak setelah hasil penelitian tersebut dipublikasikan.
Tim riset hasil kolaborasi beberapa universitas dan badan riset di Korea Selatan, membuktikan secara in vitro dengan analisa SPR (Surface Plasmon Resonance) maupun in vivo dengan analisa APN-specific antibody competition, bahwa salah satu senyawa aktif yang terkandung di kunyit ternyata mampu menahan laju pertumbuhan kanker.
Kurkumin, si Jagoan
Dalam artikel berjudul “Kunyit Antibakteri dan Obat Masa Depan” di Kompas Cyber Media, rubrik Ilmu Pengetahuan edisi Sabtu, 27 April 2002, telah dijelaskan beberapa komposisi utama penyusun kunyit yaitu minyak atsiri, furmerol, sineol, zingiberin, borneol, karvon, dan kurkumin. Ternyata seperti dugaan para ahli sebelumnya, kurkuminlah (senyawa fenolik alam), yang memiliki potensi dalam pengobatan kanker.
Penelitiannya sendiri melibatkan proses pengujian atau dikenal sebagai ‘screening process ̄ terhadap kurang lebih 3000 jenis senyawa yang diperkirakan aktif menghambat pertumbuhan sel kanker dan akhirnya diperoleh fakta bahwa senyawa kurkumin memiliki aktivitas kemopreventif. Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman kunyit (Curcuma longa). Senyawa tersebut memiliki 2 gugus vinilguaiacol yang saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon.
Penemuan tentang kehebatan kurkumin ini tak lepas dari semakin majunya pemahaman dunia medis tentang mekanisme pertumbuhan sel kanker. Walaupun sejak awal 1990-an telah diketahui bahwa kurkumin memang memperlambat pertumbuhan sel kanker baru, namun masih sedikit informasi tentang perannya dalam memerangi kanker. Ternyata dari hasil penelitian terakhir bisa sedikit terkuak proses kurkumin menahan kanker, yaitu dengan menghambat laju pertumbuhan pembuluh darah baru. Pada penderita kanker, umumya diawali dengan proses menjalarnya sel kanker melalui pembuluh darah (metastasis) dan tumbuh disembarang jaringan menjadi tumor. Seiring dengan itu, terjadi pula pertumbuhan pembuluh darah baru (angiogenesis) menyebar ke arah berkembangnya tumor. Angiogenesis ini diperlukan oleh sel tumor sebagai saluran penyedia nutrien, oksigen dan sirkulasi kotoran agar dapat terus tumbuh dan menyebar.
Mekanisme Kerja Kurkumin
Mekanisme kerja kurkumin sesungguhnya masih belum bisa dijelaskan tapi rupanya dia dapat terikat dengan enzim aminopeptidase N, (APN) dan menghambat aktivitas enzimatiknya. APN adalah suatu enzim yang terdapat pada jaringan membran di dalam tubuh (dikenal sebagai zinc-dependent metalloproteinase) dan bertanggung jawab terhadap angiogenesis dan pertumbuhan tumor. APN tersebut yang berfungsi membongkar protein pada permukaan sel jaringan tubuh sehingga sel kanker dapat mengambil alih kedudukan sel jaringan tadi dan tumbuh tak terkendali. Dugaan sementara, kemungkinan besar ikatan tak jenuh (ikatan rangkap), alfa dan beta di sekitar gugus keton pada kurkumin membentuk ikatan kovalen dengan dua nukleofil asam amino yang terdapat pada situs aktif APN dan mampu menghambat (inhibit) aktivitasnya secara tak-dapat balik (irreversible).
Sekarang ini bahkan senyawa kurkumin telah masuk fase pertama uji coba klinis untuk menahan kanker usus besar. Walaupun hasil penelitian ini juga menginpirasi kalangan ilmuwan untuk meniru atau memodifikasi sruktur kurkumin, namun kelebihan senyawa kurkumin hasil isolasi dari kunyit adalah sifatnya yang alami dan kemungkinan hanya sedikit memberikan efek samping terhadap penderita kanker.
Prospek di Indonesia
Melihat hasil yang menggembirakan dari hasil penelitian di atas tentunya kita tidak boleh tinggal diam. Apalagi Indonesia memiliki variasi tumbuhan kunyit lebih banyak dan merupakan salah satu penghasil kunyit terbesar di dunia (produksi kurang lebih 12 ton/ha). Jika sekarang negara-negara penguasa iptek tengah gencar mempatenkan banyak plasma nutfah yang berasal dari negara-negara tropik semacam Indonesia, maka kini saatnya kita melakukan tindakan pencegahan. Tentunya dukungan dari pemerintah dan gairah penelitian khususnya tentang bahan alam sangat besar peranannya dalam hal ini.
sumber dari: inspirasikisahcintaku.blogspot.com